CIREBON – Upaya Pemerintah Kota Cirebon dalam menjaga fungsi ruang publik kembali ditegaskan melalui tindakan penertiban kawasan Bima. Sebanyak 40 lapak pedagang kaki lima (PKL) yang berdiri tanpa izin resmi di area tersebut dibongkar dalam operasi gabungan yang digelar, Rabu (30/07/2025).
Operasi ini melibatkan Satpol PP Kota Cirebon dengan dukungan dari unsur TNI, Polri, dan sejumlah instansi terkait. Kawasan Bima yang semula difungsikan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dan fasilitas olahraga kini menjadi perhatian serius karena semakin padat oleh aktivitas perdagangan liar.
Kepala Satpol PP Kota Cirebon, Edi Siswoyo, menegaskan bahwa tindakan ini dilakukan terhadap para pedagang yang tidak mengindahkan berbagai peringatan sebelumnya. Menurutnya, penertiban kali ini merupakan eksekusi lanjutan dari proses sosialisasi yang telah dilakukan selama dua bulan terakhir.
“Sebanyak 40 bangunan atau lapak PKL kita bongkar hari ini karena tetap beroperasi tanpa mematuhi aturan. Terutama yang mengokupasi area jogging track atau trek joging,” ujar Edi kepada wartawan.
Menurut laporan dari masyarakat, keberadaan lapak-lapak tersebut telah menimbulkan ketidaknyamanan pengguna fasilitas olahraga. Beberapa warga mengaku kesulitan berolahraga karena area lintasan lari dipenuhi pedagang dan pembeli.
Penertiban kali ini difokuskan pada bagian trek joging yang selama ini menjadi titik rawan pelanggaran. Selain melanggar aturan zonasi kawasan, banyak bangunan semi permanen yang berdiri tanpa standar keamanan dan sanitasi yang memadai.
“Area joging harus bersih dari aktivitas jual beli. Sesuai arahan wali kota, lapak PKL di kawasan Bima hanya diperbolehkan berukuran 2 meter, menghadap jalan utama, dan tanpa atap. Tidak boleh ada bangunan permanen,” tegas Edi.
Isu terkait adanya praktik sewa-menyewa lapak di kawasan tersebut turut mencuat, namun hingga kini Satpol PP belum mengidentifikasi siapa saja pihak yang terlibat. Pemerintah masih menelusuri apakah ada oknum yang memanfaatkan ruang publik untuk keuntungan pribadi.
Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, kembali menekankan pentingnya mengembalikan fungsi kawasan Bima sebagaimana mestinya. Ia menyebut ruang terbuka publik tidak boleh berubah menjadi zona komersial yang tidak terkendali.
“Tidak boleh ada bangunan permanen yang mengganggu RTH maupun fasilitas olahraga. Ini adalah ruang publik, bukan area komersial,” ujarnya.
Effendi menambahkan, sejumlah pedagang telah membongkar lapaknya secara sukarela setelah diberi pemahaman tentang rencana penataan. Ia berharap proses penertiban ini dapat berjalan tanpa konflik dan mendapat dukungan dari masyarakat.
“Insyaallah minggu depan kawasan Bima akan kembali rapi dan nyaman untuk berolahraga,” tutupnya dengan optimistis.
Langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah tidak hanya bertugas menertibkan, tetapi juga membangun kembali ruang-ruang publik agar bisa dinikmati secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat. []
Diyan Febriana Citra.