Penanganan Banjir Lamban, DPRD Geram

Penanganan Banjir Lamban, DPRD Geram

BALIKPAPAN — Polemik penanganan banjir di Kota Balikpapan kembali mencuat. Komisi III DPRD Kota Balikpapan menyampaikan keprihatinan terhadap lambatnya kelanjutan program pengendalian banjir, di tengah ketidakjelasan arah kebijakan dan prioritas wilayah terdampak.

Anggota Komisi III DPRD Balikpapan, Syarifuddin Oddang, menegaskan bahwa alasan efisiensi anggaran tidak boleh menjadi penghalang untuk mempercepat penanganan banjir. Ia menyatakan, efisiensi tanpa strategi yang matang justru dapat memperburuk persoalan yang telah lama membebani warga kota.

“Jangan sampai kita hanya bicara efisiensi tanpa tahu apa prioritas utama kita. Kalau tidak ada sinkronisasi antara perencanaan dan realisasi, masalah banjir ini tidak akan pernah selesai. Efisiensi anggaran harus dibarengi dengan pemahaman menyeluruh terhadap penyebab utamanya,” kata Oddang kepada wartawan, Kamis (08/05/2025).

Oddang menyoroti kawasan Balikpapan Utara sebagai bagian penting yang kerap luput dari perhatian dalam kebijakan pengendalian banjir. Menurutnya, kawasan tersebut berfungsi seperti ‘atap kota’ yang mengalirkan air hujan langsung ke wilayah tengah dan selatan Balikpapan, sehingga memperparah genangan di kawasan seperti Grand City.

“Balikpapan Utara itu seperti atapnya kota. Saat hujan, air langsung mengalir ke bawah ke tengah kota dan Balikpapan Selatan. Di Grand City, misalnya, kita lihat genangan terjadi terus setiap musim hujan. Itu bukti bahwa masalahnya belum disentuh dari hulu,” jelasnya.

Politikus tersebut mengakui bahwa kondisi fiskal saat ini memang menuntut efisiensi anggaran. Namun, menurutnya, efisiensi tidak boleh mengorbankan program-program vital seperti pembangunan drainase, normalisasi sungai, serta pembangunan kolam retensi.

“Jangan hanya sekadar efisiensi yang sifatnya administratif. Kita butuh solusi nyata. Kalau pembangunan fisik infrastruktur terus tertunda, masyarakat yang akan terus jadi korban,” tegasnya.

Lebih lanjut, Oddang menyoroti lemahnya koordinasi antarorganisasi perangkat daerah (OPD) dan kurangnya transparansi data dalam perencanaan kebijakan. Ia mendorong adanya forum lintas sektor yang melibatkan DPRD, akademisi, camat, kelurahan, hingga masyarakat, untuk menyusun strategi jangka panjang berbasis data dan berorientasi solusi dari hulu ke hilir.

“Koordinasi sektoral harus diperkuat. Pemerintah, DPRD, akademisi, dan masyarakat harus duduk satu meja. Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan, terutama pada proyek-proyek yang selama ini hanya menjadi tambal sulam. Kita perlu pendekatan dari hulu ke hilir yang konsisten dan berkelanjutan,” ujarnya.

Oddang berharap penanganan banjir tidak lagi bersifat reaktif dan hanya digalakkan saat bencana datang. Ia menekankan pentingnya peta jalan jangka panjang agar upaya mitigasi banjir tidak berulang di titik yang sama.

“Selama ini kita terlalu reaktif. Harusnya kita sudah punya peta jalan penanganan banjir lima sampai sepuluh tahun ke depan. Kalau tidak ada keberanian untuk menyentuh akar persoalan, kita akan terus berputar-putar di masalah yang sama,” pungkasnya.

Sementara itu, masyarakat dari wilayah rawan banjir seperti Gunung Malang, MT Haryono, dan Balikpapan Baru masih menanti kepastian pelaksanaan program pengendalian banjir yang dijanjikan pemerintah. Mereka berharap agar janji penanganan banjir tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar diwujudkan demi keselamatan dan kenyamanan warga kota. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah