SAMARINDA – Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti rencana pemasangan stiker pada rumah-rumah warga yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Wacana ini sebelumnya sempat muncul, namun mendapat penolakan dari sejumlah masyarakat.
“Memang itu pernah jadi wacana, tapi banyak masyarakat yang menolak,” ujar Sri Puji saat ditemui di Gedung DPRD Samarinda, Senin (03/11/2025) siang.
Sri Puji menjelaskan, dari sekitar 44.000 warga yang terdata di DTKS, tidak semua benar-benar layak masuk kategori miskin. Hal ini menimbulkan potensi ketidakadilan jika stiker dipasang tanpa pertimbangan lebih matang.
“Kalau kita ke lapangan, yang terdata di DTKS 44.000 itu, kalau kita pasang stiker, mereka akan menolak,” katanya. Menurutnya, penolakan itu muncul karena ada ketimpangan antara kondisi faktual dan status sosial yang tercatat di data pemerintah.
Ia mencontohkan sejumlah warga yang secara administrasi dikategorikan miskin, tetapi secara kasat mata tergolong mampu. “Kita akan melihat kasat mata saja, mereka memang rumahnya kontrak, tapi punya empat motor, punya televisi, punya WiFi, dan lain sebagainya,” ujar Sri Puji. Ia menegaskan, kondisi seperti itu tidak seharusnya dikategorikan sebagai miskin. “Saya kira itu kan tidak harus terdaftar sebagai warga miskin,” tambahnya.
Lebih lanjut, Sri Puji menyoroti kejanggalan lain terkait warga yang terdata di Samarinda, namun memiliki aset di daerah asalnya. Ia menyebutkan, banyak pedagang pasar yang rumahnya kontrak di Samarinda, namun tiap tahun bisa pulang kampung dan memiliki rumah, mobil, bahkan sawah di kampungnya. “Itu KTP-nya Samarinda, tapi di kampung mereka punya rumah, mobil, dan sawah, tapi di sini terdata sebagai warga miskin,” ungkapnya. Kondisi tersebut menurutnya menunjukkan bahwa proses pendataan belum akurat. “Ini jadi bahan pertanyaan, karena pendataan itu memang belum pernah akurat, bahkan dari BPS sendiri pun datanya tidak selalu tepat,” tegas Sri Puji.
Meski demikian, Sri Puji mengaku mendukung langkah pemerintah apabila tujuan pemasangan stiker adalah memastikan penyaluran bantuan sosial (bansos) tepat sasaran. Ia mencontohkan praktik di daerah lain, seperti Banjarmasin dan Jawa Barat, di mana penerapan klasifikasi kemiskinan dilakukan dengan pembagian desil mulai dari 1 sampai 9.
“Kebijakan-kebijakan ini kan supaya upaya bansos tepat sasaran dan benar-benar berdaya guna di masyarakat,” pungkasnya. Menurut Sri Puji, keberadaan klasifikasi yang jelas menjadi kunci agar program bantuan sosial dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan. []
Penulis: Yus Rizal Zulfikar | Penyunting: Agnes Wiguna

