Polda Jateng Bongkar Sindikat Uang Palsu Antarprovinsi

Polda Jateng Bongkar Sindikat Uang Palsu Antarprovinsi

SEMARANG – Aparat Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah kembali menunjukkan komitmen tegas dalam memberantas kejahatan keuangan. Kali ini, melalui kerja sama lintas wilayah, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) berhasil mengungkap jaringan pengedar uang palsu yang beroperasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Enam pelaku yang diduga terlibat langsung dalam proses produksi hingga peredaran uang palsu pecahan Rp 100.000 berhasil ditangkap.

Pengungkapan ini menjadi bukti bahwa kejahatan lintas provinsi tidak lagi menjadi hambatan dalam penegakan hukum, berkat sinergi dan koordinasi antardaerah yang efektif.

Para pelaku yang ditangkap masing-masing berinisial W (70), M (50), BES (54), HM (52), JIP (58), dan DMR (30). Berdasarkan hasil penyelidikan, jaringan ini mulai aktif sejak awal Juni 2025 dengan HM sebagai otak di balik operasional, sekaligus sebagai penyandang dana dan pelaku tahap akhir produksi.

“Ide produksi uang palsu ini dimotori HM. Dia adalah pemodal sekaligus pelaku finishing. HM bekerja sama dengan JIP yang berperan sebagai desainer sekaligus pencetak,” kata Direktur Reskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio dalam konferensi pers, Selasa (05/08/2025).

Produksi dilakukan secara sembunyi-sembunyi di rumah milik DMR di Condongcatur, Yogyakarta, lokasi yang secara geografis strategis untuk menjangkau wilayah peredaran di dua provinsi sekaligus.

Selama kurang dari dua bulan beroperasi, sindikat ini telah memproduksi sekitar 4.000 lembar uang palsu pecahan Rp 100.000, dengan 150 lembar di antaranya sudah sempat diedarkan ke masyarakat. Dari penggerebekan, aparat menyita 477 lembar uang palsu siap edar serta 1.800 lembar lainnya yang masih dalam tahap produksi.

“Terus terang, kasus ini masih kami dalami karena pelaku memiliki keterampilan teknis dalam memproduksi uang palsu,” ujar Dwi.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra, turut mengapresiasi keberhasilan aparat. Ia mengingatkan pentingnya kewaspadaan masyarakat dalam menerima uang tunai dengan menerapkan metode 3D: dilihat, diraba, dan diterawang.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel, lembaran yang beredar memang terbukti bukan uang rupiah asli. Kami terus mengedukasi masyarakat agar lebih cinta, bangga, dan paham rupiah untuk mencegah peredaran uang palsu,” ujarnya.

Keenam pelaku kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Mereka dijerat dengan Pasal 245 KUHP serta Pasal 36 ayat (2) dan (3) juncto Pasal 26 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Keberhasilan pengungkapan ini juga menjadi pengingat bahwa kejahatan uang palsu masih menjadi ancaman nyata. Polisi dan masyarakat dituntut untuk terus bekerja sama mencegah beredarnya alat pembayaran ilegal yang dapat merusak stabilitas ekonomi dan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan nasional. []

Diyan Febriana Citra,

Berita Daerah Hotnews