BANYUWANGI – Situasi lalu lintas di jalur utama menuju Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, mengalami kelumpuhan total sejak Selasa (15/07/2025), menyusul aksi protes para sopir truk. Para pengemudi menuntut normalisasi operasional kapal penyeberangan yang berkurang drastis akibat inspeksi keselamatan yang dilakukan di dermaga LCM.
Aksi blokade akses menuju pelabuhan berdampak luas. Antrean kendaraan dilaporkan mengular hingga mencapai 7 kilometer, bahkan menembus kawasan wisata Grand Watu Dodol (GWD). Kondisi ini menghambat mobilitas logistik dan warga yang hendak menyeberang ke Bali.
“Macet parah sampai GWD,” keluh Aris, seorang pengurus truk yang ditemui di lokasi, Rabu (16/07/2025).
Menurut Aris, kemacetan tak hanya disebabkan oleh aksi blokade sopir, tetapi juga dipicu oleh kendaraan dari arah Situbondo yang memaksa masuk ke dua jalur sekaligus, sehingga menutup akses kendaraan dari arah berlawanan. “Menumpuk, adu banteng di sana,” ujarnya.
Ia menambahkan, meski pihak kepolisian dan petugas terkait telah dikerahkan untuk mengatur arus lalu lintas, kepanikan dan ketidaksabaran pengemudi justru memperparah keadaan. Sejumlah titik lumpuh total akibat saling serobot jalur.
Kasatlantas Polresta Banyuwangi, Kompol Elang Prasetyo, membenarkan bahwa kemacetan yang terjadi merupakan dampak dari aksi mogok sopir truk. “(Kemacetan) imbas pemblokiran sopir truk yang menginginkan penambahan jumlah armada kapal,” kata Elang.
Sementara itu, pihak pelabuhan menyatakan bahwa penurunan jumlah kapal bukan tanpa alasan. Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Tanjung Wangi mengungkapkan bahwa sejumlah kapal tengah menjalani inspeksi menyeluruh sebagai tanggapan atas tragedi tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya beberapa waktu lalu.
“Tujuannya untuk keselamatan pengguna jasa. Pemerintah peduli dengan peristiwa yang kemarin terjadi,” tegas Purgana, Kepala KSOP Tanjung Wangi.
Ia menekankan pentingnya proses pemeriksaan untuk memastikan setiap kapal laik operasi. Namun, ia juga mengimbau seluruh pihak, baik operator maupun pengguna jasa, untuk memahami bahwa keselamatan pelayaran adalah tanggung jawab bersama yang tidak dapat dikompromikan.
Ketegangan antara kebutuhan operasional logistik dan prioritas keselamatan publik tampak nyata dalam peristiwa ini. Di satu sisi, sopir truk mendesak percepatan distribusi barang dan layanan penyeberangan; di sisi lain, pemerintah terikat kewajiban untuk menjamin keamanan seluruh armada penyeberangan demi menghindari tragedi serupa.
Hingga kini, arus lalu lintas menuju Pelabuhan Ketapang masih belum sepenuhnya pulih. Langkah penyelesaian yang seimbang antara dua kepentingan tersebut menjadi tantangan nyata bagi otoritas pelabuhan dan pemerintah daerah. []
Diyan Febriana Citra.