Putusan Martono Ditunda, Hakim Sebut Alasan Teknis

Putusan Martono Ditunda, Hakim Sebut Alasan Teknis

SEMARANG — Perjalanan hukum Martono, Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang, kembali menemui penundaan. Agenda sidang pembacaan putusan yang semula dijadwalkan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Senin (04/08/2025), secara resmi ditunda hingga Senin pekan depan, 11 Agustus 2025.

Majelis hakim yang memimpin jalannya sidang menyebut alasan teknis sebagai pemicu utama mundurnya agenda putusan. “Karena teknis belum selesai,” ujar Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwandi, tanpa merinci lebih lanjut hal teknis yang dimaksud.

Kasus yang melibatkan Martono menjadi sorotan publik karena menyeret nama mantan Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu atau yang akrab disapa Mbak Ita, serta suaminya, Alwin Basri. Martono didakwa sebagai pemberi suap dalam pengadaan proyek-proyek strategis yang didanai dari anggaran Pemerintah Kota Semarang.

Dalam sidang sebelumnya yang berlangsung pada 30 Juni 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjatuhkan tuntutan pidana penjara selama lima tahun dua bulan terhadap Martono. “Terdakwa telah sah melakukan tindakan korupsi. Dituntut penjara 5 tahun 2 bulan,” tegas jaksa saat membacakan tuntutan.

Sidang juga mengungkap fakta bahwa Martono menerima dan menarik commitment fee sebesar 13 persen dari nilai proyek yang dikerjakan anggota Gapensi. Dana sebesar Rp 1,4 miliar tersebut, menurut pengakuannya, dikumpulkan untuk “jaga-jaga” jika sewaktu-waktu dibutuhkan untuk menyetor kepada pejabat pemerintah. “Betul, 13 persen fee atas proyek di sejumlah kecamatan,” kata Martono dalam persidangan 23 Juni 2025. “Kita waktu itu jagani kalau nanti harus setor,” tambahnya.

Kasus ini menjadi bagian dari skandal korupsi yang lebih besar yang menimpa eks Wali Kota Semarang dan suaminya. Heverita dan Alwin saat ini menghadapi tiga dakwaan terpisah dengan dugaan menerima gratifikasi dan suap senilai total Rp 9 miliar.

Tak hanya Martono, pihak lain yang turut terseret adalah Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, yang juga didakwa dalam perkara ini. Keterlibatan pihak swasta menambah panjang daftar pelaku yang berperan dalam praktik suap dan gratifikasi proyek di lingkungan pemerintah kota.

Penundaan pembacaan putusan ini memunculkan spekulasi di kalangan publik, termasuk apakah ada pertimbangan hukum atau tekanan tertentu yang memengaruhi jalannya sidang. Namun, sejauh ini, pengadilan hanya menyampaikan bahwa aspek teknis menjadi penyebab utama.

Masyarakat dan pemantau antikorupsi kini menanti putusan final majelis hakim yang dijadwalkan pada 11 Agustus 2025. Harapannya, pengadilan mampu menunjukkan transparansi dan menegakkan keadilan secara independen tanpa intervensi, mengingat kasus ini menyangkut kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews Kasus