LUMAJANG — Gunung Semeru kembali menunjukkan aktivitas vulkanik yang signifikan pada Kamis pagi (24/07/2025) sekitar pukul 07.09 WIB. Letusan terjadi disertai lontaran abu vulkanis setinggi 1.000 meter dari puncak, tepatnya dari Kawah Jonggring Saloko. Kolom abu berwarna putih hingga kelabu tampak melayang ke arah tenggara dengan intensitas sedang, menurut rekaman CCTV pemantauan.
Erupsi ini bukan yang pertama kali terjadi dalam beberapa pekan terakhir, namun peristiwa pagi tadi menjadi momentum penting dalam menguji kesiapsiagaan warga dan efektivitas sistem mitigasi bencana yang telah disiapkan oleh pemerintah daerah serta pihak terkait.
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), dalam kurun 24 jam sebelum erupsi, Semeru mengalami peningkatan aktivitas kegempaan. Tercatat 46 kali gempa, terdiri dari 39 gempa letusan dan 7 gempa guguran. Letusan memiliki amplitudo 10–22 mm dengan durasi 44–192 detik, sedangkan guguran tercatat dengan amplitudo 5–11 mm dan durasi 49–75 detik.
Hingga berita ini diturunkan, tidak ada laporan kerusakan signifikan maupun korban jiwa. Meski demikian, status gunung api tertinggi di Pulau Jawa ini tetap berada pada Level II atau waspada, dengan potensi bahaya yang masih tinggi terutama bagi warga yang beraktivitas di sekitar lereng.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Rehabilitasi BPBD Kabupaten Lumajang, Yudhi Cahyono, mengingatkan warga agar tidak lengah. “Untuk masyarakat di kaki gunung terutama penambang lokal untuk tetap waspada karena masih ada kemungkinan terjadi erupsi susulan,” ujarnya.
Petugas juga telah mengeluarkan peringatan keras agar warga tidak beraktivitas dalam radius 8 kilometer dari pusat erupsi, serta menjauh minimal 500 meter dari daerah aliran sungai (DAS) yang menjadi jalur lahar. Sungai Besuk Kobokan menjadi titik perhatian khusus karena berpotensi terlanda awan panas dan aliran lahar sejauh 13 kilometer dari puncak.
“Masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 13 kilometer dari puncak,” jelas Yudhi.
Erupsi kali ini juga menjadi pengingat bahwa masyarakat di kawasan rawan bencana vulkanik perlu terus mengedepankan kewaspadaan dan disiplin terhadap informasi resmi dari lembaga terkait. Sistem mitigasi yang disiapkan hanya akan efektif jika didukung oleh kesadaran kolektif warga untuk menjaga jarak aman dan tidak mengambil risiko di zona bahaya.
Pemerintah daerah bersama PVMBG dan BPBD terus memantau aktivitas gunung secara intensif serta menyiagakan jalur evakuasi untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Diharapkan, pengalaman dari erupsi sebelumnya bisa menjadi pelajaran penting agar tidak ada korban jiwa di masa mendatang. []
Diyan Febriana Citra.