BANDUNG – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memilih jalur dialog untuk meredakan tensi antara mahasiswa dan aparat. Pada Rabu (03/09/2025) siang, ia menggelar pertemuan terbuka dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di halaman Gedung Sate, Kota Bandung.
Dialog tersebut digelar tanpa tenda, di bawah terik matahari, sebagai simbol keterbukaan. Sejumlah anggota DPRD Jawa Barat turut hadir dalam pertemuan itu. Dedi menepati janji yang ia sampaikan sebelumnya, yakni memberikan ruang bagi mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung.
Suasana dialog berjalan tanpa kericuhan, berbeda dengan demonstrasi yang kerap diwarnai gesekan. Justru, kesempatan ini dimanfaatkan Dedi untuk menunjukkan empatinya terhadap mahasiswa yang saat ini masih ditahan kepolisian usai mengikuti aksi unjuk rasa.
Dalam forum itu, Dedi secara terbuka meminta Kapolda Jabar Irjen Pol Rudi Setiawan untuk mempertimbangkan pembebasan mahasiswa. “Saya juga sampaikan kepada Kapolda Jabar sebagai orangtua dari anak-anak di Jawa Barat yang setiap hari berinteraksi, pasti di antara mereka yang ikut demonstrasi itu ada yang nakal. Yang nakalnya ada dua, nakal tanpa kriminal dan nakal kriminal,” ujar Dedi.
Ia menjelaskan perbedaan dua kategori tersebut. Kenakalan tanpa kriminal mencakup aksi teriak-teriak, mendorong massa, atau menyebabkan kemacetan. Sementara tindakan yang masuk kategori kriminal, menurutnya, adalah membawa senjata tajam maupun narkoba saat aksi.
Atas dasar itu, ia menegaskan agar mahasiswa yang tidak terbukti melakukan tindak pidana segera dibebaskan. “Mudah-mudahan harapan saya, termasuk ada anak-anak yang masih ditahan, harapan saya mudah-mudahan Pak Kapolda bisa membebaskan mereka,” kata mantan Bupati Purwakarta itu.
Tak berhenti di forum dialog, Dedi juga menyatakan akan mendatangi langsung Polda Jabar untuk menyampaikan permintaan tersebut. Ia menekankan, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi generasi muda, terlebih mahasiswa yang disebutnya sebagai mitra kritis dalam pembangunan demokrasi.
Bagi Dedi, ruang aspirasi harus tetap dijaga tanpa harus mengorbankan kebebasan berekspresi. Dengan cara itu, mahasiswa tetap bisa menyampaikan kritik, sementara aparat tidak kehilangan kewenangannya menjaga ketertiban umum. Dialog di Gedung Sate ini menjadi salah satu contoh upaya membangun komunikasi konstruktif antara pemerintah dan mahasiswa, di tengah dinamika aksi yang kerap berujung bentrokan. []
Diyan Febriana Citra.