Tiga Perangkat Desa di Luwu Jadi Tersangka Korupsi Dana Desa

Tiga Perangkat Desa di Luwu Jadi Tersangka Korupsi Dana Desa

LUWU — Kasus dugaan korupsi dana desa kembali mencoreng tata kelola pemerintahan di tingkat desa. Tiga perangkat Desa Lampuara, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, kini resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu atas penyimpangan pengelolaan dana desa tahun anggaran 2022 hingga 2024.

Ketiganya Kepala Desa berinisial AN, Sekretaris Desa AR, dan Bendahara Desa R diduga melakukan manipulasi laporan pertanggungjawaban keuangan hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp239.615.691. Penetapan status tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh dua alat bukti yang cukup, ditambah hasil audit dari Inspektorat Daerah Kabupaten Luwu yang mengonfirmasi adanya selisih anggaran dalam sejumlah kegiatan pembangunan.

“Dari hasil penyelidikan ditemukan adanya peristiwa pidana dalam pengelolaan dana desa. Setelah gelar perkara dilakukan, penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup dan menetapkan tiga orang perangkat desa sebagai tersangka,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejari Luwu, Andi Ardi Aman, Selasa (07/10/2025).

Penyidikan bermula dari temuan adanya ketidaksesuaian antara laporan penggunaan dana desa dengan kondisi nyata di lapangan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, sejumlah kegiatan fisik dan nonfisik yang dilaporkan telah selesai ternyata tidak terealisasi sesuai rencana.

“Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat sejumlah kegiatan fisik maupun nonfisik yang dilaporkan telah selesai, namun dalam kenyataannya tidak sepenuhnya terealisasi sesuai rencana anggaran. Dari situ, penyidik menemukan indikasi kuat bahwa laporan keuangan Dana Desa Lampuara tahun anggaran 2022–2024 telah dimanipulasi,” ucap Ardi.

Modus yang digunakan para tersangka, menurut penyidik, adalah membuat laporan fiktif seolah-olah kegiatan telah terlaksana dengan sempurna. Faktanya, beberapa program pembangunan tidak dijalankan sebagaimana mestinya, sementara dana sudah dicairkan penuh. “Beberapa bukti yang diperoleh penyidik menunjukkan adanya pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi dan fisik,” tambah Ardi Aman.

Kejari Luwu menetapkan ketiga tersangka berdasarkan Surat Keputusan Penyidik dengan nomor TAP-2324, TAP-2325, dan TAP-2326/P.4.35.4/Fd.2/10/25. Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan.

“Pasal tersebut mengatur bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara, dapat dipidana penjara maksimal 20 tahun,” terang Ardi.

Audit resmi Inspektorat mencatat adanya penggunaan dana yang tidak sesuai laporan pembangunan, bahkan ditemukan tanda tangan fiktif dalam dokumen administrasi. Selain itu, sejumlah bukti pengeluaran tidak memiliki dasar dokumen yang sah.

Kejaksaan menegaskan akan menuntaskan perkara ini secara profesional dan transparan. Penyidik masih mendalami potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut.

“Kami akan menelusuri lebih lanjut apakah ada pihak lain, baik dari luar maupun dalam struktur desa, yang turut menikmati hasil dari perbuatan ini,” ujar Ardi.

Ia juga mengingatkan agar kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh kepala desa di Luwu. “Dana desa adalah amanah untuk pembangunan masyarakat. Penyalahgunaan dana publik, sekecil apa pun, akan ditindak tegas,” tuturnya.

Diketahui, Kabupaten Luwu menerima alokasi dana desa lebih dari Rp180 miliar pada tahun 2024 untuk 227 desa. Dana itu seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi warga. Namun, kasus Lampuara menunjukkan bahwa pengawasan terhadap dana publik di tingkat desa masih perlu diperkuat agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Kasus