BOGOR – Tragedi longsor kembali mengingatkan publik pada rapuhnya sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Bogor. Senin (11/08/2025) pagi, seorang pemulung meregang nyawa setelah tertimbun material longsor di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga. Insiden ini terjadi di tengah hujan deras yang mengguyur kawasan Bogor selama beberapa hari terakhir, memicu pergerakan timbunan sampah setinggi belasan meter.
Berdasarkan informasi awal, korban tengah mencari barang bekas di area TPA saat longsoran besar tiba-tiba terjadi. Ia tertimbun sebelum sempat menghindar. Rekaman video yang tersebar di media sosial memperlihatkan suasana panik di lokasi kejadian, dengan alat berat dikerahkan untuk mengangkat material dan mencari korban.
Sejak lama, TPA Galuga yang beroperasi sejak 1992 telah menjadi pusat pembuangan sampah dari Kota dan Kabupaten Bogor. Volume sampah yang masuk mencapai ribuan ton per hari, menciptakan gundukan raksasa yang rawan runtuh. Berbagai kalangan, termasuk warga sekitar dan aktivis lingkungan, berulang kali mengingatkan potensi bencana akibat tingginya timbunan dan lemahnya sistem pemadatan serta penataan zona pembuangan.
Peringatan itu bukan tanpa alasan. TPA ini sudah beberapa kali mengalami insiden kecil akibat pergeseran tumpukan sampah. Namun, menurut warga, perbaikan sistem pembuangan dan pengelolaan cenderung lambat. Hujan lebat yang mengguyur sejak akhir pekan membuat struktur timbunan menjadi tidak stabil, hingga akhirnya runtuh.
Polisi bersama petugas dari berbagai instansi segera mendatangi lokasi setelah laporan masuk. Hingga berita ini diturunkan, olah tempat kejadian perkara (TKP) masih berlangsung. Petugas memastikan tidak ada korban tambahan, namun proses pencarian dilakukan secara hati-hati mengingat kondisi timbunan masih labil.
Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar terkait komitmen pemerintah daerah dalam mengelola sampah secara aman. TPA Galuga bukan hanya tempat pembuangan, melainkan juga sumber penghidupan bagi ratusan pemulung. Namun, tanpa penataan dan perawatan yang memadai, keberadaan mereka berada di bawah ancaman bahaya yang nyata.
Sejumlah pemerhati lingkungan mendesak pemerintah untuk mengambil langkah cepat. Solusi yang diusulkan meliputi penataan ulang zona pembuangan, pembangunan sistem drainase yang lebih baik, hingga percepatan program pengurangan sampah di hulu. Tanpa perubahan mendasar, risiko bencana serupa hanya tinggal menunggu waktu.
Insiden ini menjadi pengingat pahit bahwa masalah sampah bukan sekadar urusan estetika kota, melainkan menyangkut keselamatan manusia. Tragedi di TPA Galuga adalah sinyal darurat yang tak boleh lagi diabaikan. []
Diyan Febriana Citra.