BOGOR – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan setelah mendapati laporan dari para sopir angkot di Kabupaten Bogor yang mengaku bahwa uang kompensasi dari pemerintah provinsi telah dipotong oleh sejumlah oknum. Laporan tersebut ia terima langsung saat berdialog dengan para sopir, dan dari pengakuan mereka, pemotongan dilakukan oleh pihak yang mengatasnamakan Dinas Perhubungan (Dishub), Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan Kelompok Kerja Sub Unit (KKSU).
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebelumnya memang memberikan kompensasi kepada para pelaku transportasi, khususnya sopir angkot, yang tidak diperbolehkan beroperasi selama masa arus mudik dan balik Lebaran 2025. Kebijakan ini diambil untuk mengurangi kepadatan lalu lintas, terutama di jalur utama seperti kawasan Puncak yang kerap mengalami kemacetan parah saat libur panjang.
Namun, kebijakan mulia tersebut dinodai oleh adanya praktik pemotongan dana. Dalam pengakuannya kepada Dedi Mulyadi, salah satu sopir bernama Emen menyampaikan bahwa uang kompensasi yang semestinya mereka terima sebesar Rp1 juta ditambah paket sembako senilai Rp500 ribu, ternyata hanya diterima sebesar Rp800 ribu. Pemotongan sebesar Rp200 ribu itu diduga diserahkan kepada oknum KKSU, kemudian dibagikan ke pihak Dishub dan Organda. Emen menyebut bahwa komunitasnya yang terdiri dari 20 orang harus menyerahkan total Rp4 juta. Nama Ketua KKSU yang disebut menerima uang itu adalah Pak Nandar.
Dedi Mulyadi geram mendengar hal tersebut. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk premanisme yang dilakukan oleh orang-orang berseragam dan tidak bisa dibiarkan. Menurutnya, tindakan semacam ini mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ia bahkan menyatakan siap membawa kasus ini ke ranah hukum dan akan membackup penuh sopir-sopir yang bersedia menjadi saksi untuk menuntaskan kasus pemotongan ini.
Tidak hanya itu, sebagai solusi jangka panjang, Dedi menyampaikan bahwa ke depannya seluruh kompensasi akan disalurkan langsung ke rekening sopir dan pemilik angkot. Ia akan mewajibkan mereka membuka rekening di Bank Jabar agar penyaluran dana berjalan transparan dan tidak ada lagi campur tangan dari pihak ketiga. Ia juga menyatakan bahwa program kompensasi tidak hanya akan diberlakukan saat Lebaran, tetapi juga pada hari-hari libur besar lainnya yang rawan kemacetan, seperti Tahun Baru dan libur sekolah.
Besaran kompensasi akan disesuaikan dengan durasi libur. Misalnya untuk satu hari libur, Pemprov akan mentransfer Rp300 ribu, dengan rincian Rp100 ribu untuk sopir dan Rp150 ribu untuk pemilik angkot. Tujuannya bukan hanya untuk mengurai kemacetan, tapi juga memastikan bahwa masyarakat kecil yang menggantungkan hidup dari angkot tetap mendapatkan penghasilan yang layak meskipun tidak beroperasi.
Langkah tegas Dedi Mulyadi ini mendapat sambutan baik dari masyarakat dan para sopir angkot. Mereka merasa lebih dihargai dan dilindungi oleh pemerintah. Bagi mereka, bukan hanya soal jumlah uangnya, tetapi bagaimana keadilan benar-benar ditegakkan dan suara mereka didengar langsung oleh pemimpin daerah.
Melalui kebijakan yang transparan dan tindakan hukum terhadap oknum, Dedi berharap bisa menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dan berpihak pada rakyat kecil. Ia pun menutup pertemuan dengan pesan bahwa negara harus hadir dan melindungi rakyatnya dari segala bentuk penindasan, sekecil apapun itu.[]
Putri Aulia Maharani