Warga Pelalawan Tolak Relokasi dari TNTN

Warga Pelalawan Tolak Relokasi dari TNTN

PEKANBARU – Ribuan warga dari berbagai pelosok Kabupaten Pelalawan tumpah ruah di Jalan Cut Nyak Dien, Kota Pekanbaru, Senin (21/07/2025). Mereka tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pelalawan (AMMP), menggelar aksi damai menuju Kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman. Tuntutan mereka jelas: menolak rencana relokasi dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN).

Dengan spanduk dan poster yang mencerminkan kekecewaan, massa bergerak dari halaman Perpustakaan Wilayah Soeman HS. Jalanan yang biasanya padat oleh kendaraan berubah menjadi arena perjuangan warga mempertahankan tanah tempat tinggal mereka. Truk, bus, dan mobil pikap yang membawa peserta aksi dari kampung-kampung dalam TNTN terparkir di sepanjang jalan, memperlihatkan besarnya skala dukungan terhadap aksi ini.

Aksi yang diwarnai penjagaan ketat aparat kepolisian ini sempat memanas. Ketika sebagian massa mendekat ke pagar Kantor Gubernur dan melemparkan botol air mineral ke arah petugas, suasana nyaris tak terkendali. Namun, tindakan cepat koordinator aksi meredakan ketegangan usai adanya peringatan dari pihak keamanan.

“Koordinator aksi tolong hentikan. Jangan sampai kami mengambil tindakan tegas,” terdengar peringatan dari salah satu petugas kepolisian.

Aksi ini bukan yang pertama. Sebelumnya, massa telah menyampaikan aspirasi langsung kepada Gubernur Riau Abdul Wahid, Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan, dan Bupati Pelalawan Zukri Misran. Namun, karena tidak adanya kejelasan terkait nasib warga yang tinggal di TNTN, mereka kembali turun ke jalan untuk menuntut kepastian.

Di depan Kantor Gubernur, kawat berduri dipasang sebagai penghalang. Aparat bersenjata lengkap berjaga-jaga di sisi dalam kompleks pemerintahan. Meski situasi tetap terkendali, sikap warga tetap teguh menolak relokasi tanpa dialog dan kejelasan masa depan.

“Kami tidak mau direlokasi. Kami hanya ingin hidup tenang di tanah kami sendiri. Kami minta Gubernur, Kapolda, dan Bupati membela rakyat, bukan menyerahkan kami begitu saja,” seru salah satu orator di depan gerbang kantor gubernur.

Warga menyatakan bahwa mereka sudah bertahun-tahun bermukim di kawasan TNTN, bahkan sebagian besar lahir dan besar di sana. Meski disebut sebagai kawasan hutan konservasi, mereka menyebut keberadaan mereka tidak mengganggu hutan, melainkan justru menjadi bagian dari ekosistem yang menjaga keseimbangan.

Rencana relokasi muncul usai Satgas Penanganan Konflik Hewan (PKH) menyatakan pemukiman warga sebagai pemicu gangguan habitat satwa liar. Namun, warga meminta agar pendekatan konservasi dilakukan secara manusiawi, bukan dengan menggusur.

Aksi ini menandai babak baru perlawanan masyarakat lokal terhadap kebijakan yang dianggap mengabaikan hak hidup warga atas tanah dan ruang tinggal yang sudah mereka diami selama puluhan tahun. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews