BPN ‘Miskin’ Juru Ukur

BPN ‘Miskin’ Juru Ukur

TARAKAN- Lambannya penerbitan sertifikat tanah di Badan Pertanahan Negara (BPN) Tarakan, salah satu penyebabnya dikarenakan keterbatasan Sumberdaya Manusia (SDM) terutama pegawai untuk juru ukur. Sementara permintaan sertifikat tanah oleh masyarakat selama ini cukup banyak.

“Kami akui, disitulah letak kelemahan kami. Pegawai kami minim, seperti juru ukur kami hanya 2 orang. Sedangkan permohonan dalam kurun waktu 1 bulan hingga 1 tahun ada ratusan permohonan, perbandingannya bisa dilihat,” Kepala Tata Usaha (KTU) BPN, Masronata Sitanggang.

Saat ini, BPN hanya memiliki sekitar 10 orang pegawai tetap yang ditunjuk langsung Kementrian Aparatur Negara. Namun pihaknya tetap berupaya memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat sebagai kewajibannya. “Satu orangpun juru ukur, masyarakat harus tetap dilayani. Namun tidak langsung instan, karena harus mengikuti daftar tunggu sesuai jadwal yang ditetapkan oleh teknis,” ujarnya.

Selain kendala personil, pihaknya juga kerap terkendala tidak lengkapnya berkas persyaratan atau kewajiban oleh pemohon sehingga pengurusannya terhambat.

“Diantaranya juga masyarakat tidak mengikuti tahapan-tahapan yang seharusnya dilewati. Ada juga masyarakat ini tidak paham kewajiban sesungguhnya. Kan di setiap tahapan ini ada kewajiban, di front office sudah dijelaskan secara keseluruhan,” ujar

Padahal pada petugas loket yang sudah menjelaskan persyaratan dan rangkaian pembuatan sertifikat tanah. Seperti loket pengukuran yang menjelaskan tentang pengukuran dan loket penetapan menjelaskan tentang penetapan. Dalam pengurusan sertifikat, ada beberapa pembiayaan yang harus dipenuhi pemohon.

“Diantaranya seperti membayar Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),” jelasnya.

Namun kebanyakan masyarakat yang tidak mengerti, justru menganggap pembayaran dalam proses pembuatan sertifikat membutuhkan biaya besar. Akhirnya masyarakat enggan membayar dan akibatnya berkas menumpuk di BPN karena adanya proses persyaratan yang belum dipenuhi pemohon.

“Termasuk pajak BPHTB, muncul ketika Surat Keputusan (SK) mau ditetapkan, jadi itu harus dibayar dulu. Bahkan, rumus hitungannya pun ada, bukan pegawai BPN sendiri yang menentukan besarannya. Kalau sudah ada masyarakat yang tidak mengerti ini yang membuat pemberkasan tersendat,” imbuhnya.

Diakui, saat ini tunggakan pengurusan sertifikat tanah di BPN ada yang sejak tahun 2009-2010. “Karena tahapan-tahapan tadi tidak terpenuhi, makanya penunggakan sertifikat terjadi sejak tahun 2009, tetapi saya belum menjabat di BPN Tarakan waktu itu,” katanya. [] RedHP/KK

Serba-Serbi