JOMBANG – Kejaksaan Negeri Jombang resmi menetapkan Tjahja Fadjari, mantan Direktur Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Perkebunan Panglungan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan bibit porang yang bersumber dari kredit dana bergulir. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,5 miliar.
“Tersangka F (Fadjari) kami tetapkan dalam perkara pengadaan bibit porang dengan nilai kerugian negara Rp1,5 miliar,” ungkap Kepala Kejari Jombang, Nul Albar, dalam konferensi pers yang digelar di kantornya, Jumat malam (23/05/2025).
Penahanan dilakukan pada malam yang sama, sekitar pukul 20.00 WIB. Fadjari terlihat mengenakan rompi tahanan saat digiring ke Lapas Kelas IIB Jombang. Menurut Nul, penahanan dilakukan untuk mencegah upaya pelarian, penghilangan barang bukti, dan pengulangan tindak pidana.
Penyidikan kasus ini telah berjalan sejak Agustus 2024. Perkara bermula dari pinjaman senilai Rp1,5 miliar yang diajukan Perumda Panglungan kepada PT Bank BPR Jatim Bank UMKM Jawa Timur pada April 2021. Dana tersebut rencananya digunakan untuk budi daya tanaman porang, namun dalam pelaksanaannya, terjadi sejumlah penyimpangan.
Kasipidsus Kejari Jombang, Dody Novalita, menjelaskan bahwa kredit tersebut dijamin menggunakan Sertifikat Hak Milik (SHM) kebun porang seluas lebih dari 5.000 meter persegi milik Kepala Unit Umum Perumda Panglungan, tanpa ada persetujuan dari Bupati Jombang selaku pemilik modal perusahaan daerah. Selain itu, permohonan kredit diajukan tanpa didasari rencana bisnis yang memadai.
“Permohonan kredit tidak dibuat secara benar. Evaluasi dan analisis kredit juga hanya formalitas, tidak dilakukan secara profesional,” kata Dody.
Dana pinjaman digunakan untuk membeli sekitar 33.400 bibit porang dari beberapa penyedia, namun tidak sesuai dengan perjanjian awal dengan pihak bank. Selain itu, dalam laporan pertanggungjawaban terdapat selisih nilai pembelian dan kejanggalan anggaran yang menunjukkan indikasi manipulasi laporan keuangan.
Disebutkan pula bahwa budi daya porang bukanlah bisnis utama yang dijalankan Perumda Panglungan. Berdasarkan laporan keuangan, komoditas yang menguntungkan selama ini adalah cengkeh, bukan porang.
“Akibat dari pengelolaan dana yang tidak akuntabel tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp1,5 miliar. Perbuatan tersangka melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegas Dody.
Kejaksaan menyatakan akan segera melimpahkan perkara ini ke pengadilan tipikor untuk proses hukum lebih lanjut. []
Diyan Febriana Citra.