Menolak Proyek KA Berarti Tak Ingin Kalteng Maju

Menolak Proyek KA Berarti Tak Ingin Kalteng Maju

PALANGKA RAYA – Menolak proyek pembangunan akses transportasi darat penghubung antar daerah melalui sarana kereta api (KA), berarti tak menginginkan provinsi  sangat menginginkan provinsi berjuluk Bumi Tambun Bungai inimaju. Hal itu diungkapkan Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), Agustin Teras Narang, saat memimpin rapat umum pemegang saham PT Jamkrida di Palangka Raya, Selasa (9/10).
Ia bahkan menduga, pihak yang selama ini menolak proyek KA, punya kepentingan politik tertentu dan sengajak membuat Kalteng jadi maju. “Pembangunan kereta api mau ditolak, PT Jamkrida dianggap ada kepentingan politik. Semua dibawa ke politik dan ada kepentingan. Kita ini ingin provinsi ini maju, bukan tertinggal terus,” ucap Teras Narang.
Agustin Teras Narang, Gubernur Kalteng
Agustin Teras Narang, Gubernur Kalteng

Pada kesempatan itu, mantan Ketua Komisi II dan III DPR RI periode 1999-2004 dan 2004-2005 ini menyebut berbagai program yang telah direncanakan maupun dijalankan, termasuk pembangunan rel kereta api merupakan upaya lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kalteng.

Dia mengatakan, apabila pembangunan rel kereta api dari Puruk Cahu ke Batanjung melalui Bangkuang sepanjang 425 kilometer dapat terwujud, maka pertumbuhan ekonomi Kalteng akan menembus di atas 8 persen. “Orang sekarang ini hanya memikirkan kereta api itu hanya untuk mengangkut batubara. Saya tegaskan, kereta api itu untuk angkutan umum. Saya khawatir, ada pihak yang ingin Kalteng ini jangan maju. Tertinggal terus. Jaga hutan terus,” katanya.

Gubernur Kalteng ini menyebut pembangunan kereta api akan mempercepat pengerukan Sumber daya alam (SDA) di provinsi ini tidak rasional. Sebab, alasan tersebut melupakan PKB2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), kontrak karya dan IUP yang sangat banyak di Kalteng.

Dia mengatakan, SDA yang telah diambil perusahaan pemegang PKB2B, kontrak karya dan IUP tersebut sampai sekarang tidak dapat diketahui jumlahnya, sedangkan keberadaan kereta api tersebut justru mempermudah mengetahui besaran SDA yang telah diambil. “Urusan pajak terkait besaran SDA yang diambil itukan ada di Kantor Pajak. Jadi, Petugas Kantor Pajak itu hanya menunggu di pemberhentian kereta api, sudah bisa diketahui berapa besarannya. Bukan seperti sekarang ini, tidak tahu berapa yang sudah diambil,” ujar Teras Narang. [] ANT

Serba-Serbi