Kirim Foto Tak Senonoh, Pria Diringkus Warga

Kirim Foto Tak Senonoh, Pria Diringkus Warga

JAKARTA — Dugaan kasus pelecehan seksual di ruang digital kembali mencuat, kali ini melibatkan seorang pria berinisial APA yang nekat mengirimkan foto tidak senonoh kepada seorang wanita tak dikenal melalui media sosial. Peristiwa ini menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat kini semakin reaktif terhadap bentuk pelecehan daring, sekaligus menyoroti peran mediasi di luar jalur hukum formal.

Korban, seorang perempuan berinisial DA, awalnya menerima kiriman gambar alat kelamin dari akun media sosial milik pelaku. Merasa dilecehkan, DA langsung mengadukan kejadian itu kepada teman-temannya. Tidak tinggal diam, mereka kemudian menyusun strategi untuk memancing pelaku bertemu secara langsung.

“Korban bersama temannya dan pelaku bertemu di Jalan Belira RW 08, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading,” ujar Kapolsek Kelapa Gading, Kompol Seto Handoko, Selasa (17/06/2025).

Setibanya di lokasi, APA langsung dikepung oleh rekan-rekan korban dan warga sekitar. Dalam rekaman video yang beredar, suasana sempat memanas. Terdengar teriakan warga yang mengecam tindakan pelaku.

“Cabul, cabul,” seru salah seorang warga dalam video tersebut.

“Semua orang harus tahu, ini penjahat kelamin. Orang ini ngirimin video alat kelaminnya ke orang asing,” teriak rekan korban dengan nada marah.

Beruntung, emosi warga dapat diredam. Pelaku kemudian diamankan ke pos keamanan lingkungan setempat dan dilaporkan ke pengurus RT dan RW. Tak lama, petugas Bhabinkamtibmas dari Polsek Kelapa Gading turun tangan dan memfasilitasi proses mediasi antara pelaku dan korban.

Dalam proses mediasi tersebut, orangtua pelaku turut hadir dan permintaan maaf disampaikan secara langsung kepada korban.

“Disepakati korban tidak akan melaporkan dan menerima permohonan maaf dari pelaku. Serta pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya lagi dan dituangkan dalam surat pernyataan dan ditandatangani di atas materai,” tutur Kompol Seto.

Kejadian ini menambah deretan kasus pelecehan seksual berbasis digital yang marak terjadi di tengah kemudahan akses media sosial. Meski kasus ini tidak berujung ke proses hukum, masyarakat dan aparat menunjukkan reaksi cepat dalam merespons pelecehan seksual, bahkan tanpa perlu menunggu proses pelaporan resmi.

Kasus ini menyoroti perlunya edukasi digital dan pentingnya membangun kesadaran kolektif terhadap etika dan batas-batas interaksi di ruang maya. Meski mediasi dapat menjadi solusi jangka pendek, namun proses hukum tetap harus menjadi opsi terbuka bagi korban untuk mendapat keadilan sepenuhnya. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews