SURABAYA – Gelombang keresahan warga Kota Surabaya terhadap praktik penjualan rumah yang diduga bermasalah semakin menguat. Pada Selasa (17/06/2025), puluhan warga kembali mendatangi Rumah Aspirasi Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, guna melaporkan kerugian yang mereka alami dalam transaksi properti dengan sejumlah pengembang perumahan.
Sejak pukul 08.00 WIB, antrean warga sudah terlihat di depan Rumah Aspirasi yang berlokasi di Jalan Wali Kota Mustajab Nomor 78. Mereka datang membawa dokumen dan harapan agar pemerintah kota turut membantu mencari jalan keluar atas persoalan yang membelit mereka.
Salah satu pelapor, Paragrita, warga Bulak Cimpat Barat, menyampaikan kekecewaannya karena telah membayar rumah kepada PT Surya Gemilang Multindo, namun hunian yang dijanjikan tidak kunjung diserahkan.
“Saya dijanjikan rumah akan diserahkan tiga bulan setelah pembayaran. Tapi sudah lebih dari setahun, belum juga direalisasikan,” ujarnya kepada Armuji.
Pengalaman serupa diungkapkan Sagriyah, warga Tambak Mayor. Ia membeli rumah cessie di kawasan Balongsari melalui PT BP, namun hingga kini belum menerima pengembalian uang yang dijanjikan.
“Pihak perusahaan bilang akan dikembalikan uang saya karena sudah ditebus sama pemiliknya, tapi sampai sudah sekitar 2 tahun kurang, uang saya belum dikembalikan, bulan Mei saya tagih lagi enggak dikasih cuma janji-janji saja,” keluh Sagriyah, yang telah membayar Rp 520 juta dari total harga Rp 620 juta.
Ia juga menyebutkan bahwa meski perusahaan berbeda, kasusnya memiliki kemiripan dengan yang dialami Paragrita.
“Owner-nya sama, tapi PT-nya beda. Kalau Pak Paragrita alamat perusahaannya dekat Bandara Juanda, saya dapatnya dari kantor di North West, Citraland,” jelasnya.
Paramita, warga Rungkut Asri, turut menyampaikan kekecewaannya. Ia mengaku telah menggelontorkan dana sebesar Rp 300 juta untuk rumah cessie melalui Desi Nuryanti dari PT BP, namun hanya Rp 80 juta yang dikembalikan.
“Uang saya sudah masuk Rp 300 juta, pihak perusahaan baru mengembalikan Rp 80 juta, sisanya terus-menerus diulur, enggak ditepati janjinya,” tegas Paramita.
Menanggapi semakin banyaknya laporan, Armuji atau akrab disapa Cak Ji, menyarankan para korban untuk mengorganisasi diri agar penanganan bisa lebih efektif.
“Gini aja, sampeyan kumpulkan korban yang lain, bikin grup, nanti baru kita sidak ke sana,” katanya.
Sementara itu, Budi, perwakilan korban lain, menyampaikan bahwa rumah yang dibelinya di Medokan Ayu dari PT CDD ternyata berdiri di atas tanah bersengketa.
“Saya sudah bayar seharga Rp 370 juta dari Rp 400 juta. Rumahnya sudah ditempati anak saya. Tapi tanahnya bersengketa karena pengembang mau mecah surat tanah menjadi 6 bagian, dan sampai sekarang belum ada kejelasan,” ujarnya.
Kasus-kasus ini memperlihatkan adanya pola penipuan atau kelalaian serius dalam praktik jual beli properti yang melibatkan lebih dari satu perusahaan pengembang. Pemerintah Kota Surabaya didorong untuk segera menindaklanjuti pengaduan masyarakat guna mencegah jatuhnya korban-korban berikutnya. []
Diyan Febriana Citra.