SUMBAWA – Penjualan Pulau Panjang di Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, melalui situs jual beli properti “private island” belakangan ini mengundang kontroversi. Bila ditelaah lebih jeli, tawaran tersebut ternyata tidak sah secara hukum karena Pulau Panjang adalah aset milik negara, sehingga tidak boleh diperjualbelikan oleh pihak swasta atau individu.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Sumbawa, Dedy Heriwibowo, menyatakan ketidakabsahan tindakan itu saat dikonfirmasi pada Sabtu (21/06/2025). Menurutnya, penjualan itu tergolong ilegal dan bisa termasuk tindak penipuan.
“Tindakan tersebut ilegal dan termasuk penipuan karena memang tidak ada satupun atas hak atau legalitas pihak yang mau menjual pulau di situs private island tersebut,” tegasnya.
Lebih jauh, Dedy menegaskan bahwa hingga kini pemerintah daerah tidak pernah menjalin kerja sama apa pun dengan individu atau entitas swasta terkait pemanfaatan Pulau Panjang.
“Apalagi pihak yang mendaftarkan diri menjual pulau tersebut, itu tidak ada,” ucapnya, menegaskan bahwa semua proses pengelolaan pulau harus memiliki legitimasi.
Hal ini selaras dengan kebijakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ATR (BPN), yang secara tegas melarang satu pulau sepenuhnya dikuasai oleh pihak individu maupun swasta. Dedy menegaskan, “Pulau tersebut milik negara, secara formal tidak dikelola oleh dinas,” sehingga kegiatan seperti pengiklanan jual beli adalah tindakan yang mencederai aturan.
Lebih lanjut, Pulau Panjang telah berstatus kawasan suaka alam sesuai SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 418/Kpts-II/1999 tertanggal 15 Juni 1999. Status ini menempatkan pengelolaan berada di bawah Kementerian Kehutanan melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
“Jadi kewenangan pengelolaannya di bawah Kementerian Kehutanan. Koordinasinya di daerah dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA),” jelas Dedy.
Meskipun demikian, Pemda Sumbawa tidak menutup peluang bagi investor yang berniat mengembangkan pariwisata di pulau-pulau daerah tersebut, asalkan mengikuti prosedur perizinan yang berlaku. Dedy memaparkan penggunaan sistem Online Single Submission (OSS) sebagai jalur untuk mengajukan perizinan.
“Perizinan investasi lewat sistem online yang disebut OSS, itu pun tergantung skala usaha dan kriteria-kriteria yang ditentukan. Kalau dinilai risiko sedang dan tinggi, maka diperlukan perizinan yang diurus di Kabupaten, Provinsi, dan pusat,” jelasnya.
Penawaran penjualan Pulau Panjang bukan kasus tunggal. Di sejumlah situs “private island”, terdapat setidaknya lima pulau di Indonesia yang dipasarkan secara daring. Selain Pulau Panjang, pulau yang sempat muncul dalam daftar adalah sepasang pulau di Anambas, properti pulau di Pulau Sumba (NTT), lahan pantai selancar di Pulau Sumba, dan satu plot pulau dekat Belitung disebut Pulau Seliu.
Temuan ini memicu kegelisahan bahwa ada potensi penyalahgunaan digital media dalam perdagangan aset negara. Direktur konservasi ekosistem wilayah tersebut menyatakan keprihatinan atas sedikitnya pengawasan terhadap konten platform online. Sementara itu, masyarakat di region pesisir NTB diimbau untuk lebih waspada terhadap tawaran mencurigakan dan melaporkan kepada otoritas terkait bila ditemukan indikasi penipuan.
Kejadian ini juga mengungkap tantangan dalam mengawasi aset negara yang tersebar di daerah terpencil. Dibutuhkan koordinasi cepat antar lembaga seperti Kementerian ATR/BPN, Kementerian Kehutanan, BKSDA, dan Pemda untuk menindak tegas pelanggaran seperti ini. Pemerintah daerah signaled akan menggelar sosialisasi regulasi, melibatkan lembaga hukum dan instansi terkait, serta menindaklanjuti dengan penyisiran di platform online. []
Diyan Febriana Citra.