LOMBOK TENGAH – Hujan yang baru saja mengguyur wilayah Desa Beber, Kecamatan Batukliang, Kabupaten Lombok Tengah, tak menyurutkan langkah Syamsul Hadi (33) menuju gudang tempat penyimpanan serbuk gergaji. Di antara tumpukan biomassa setinggi lebih dari dua meter, tampak jelas semangat usaha yang menyala.
“Dulu, kami sering ditegur karena limbah kayu ini. Sekarang semuanya bermanfaat,” ujar Syamsul, pendiri PT Syahroni Rizki Mandiri, sembari merapikan kopiahnya.
Perusahaan yang ia dirikan mengumpulkan limbah kayu dari berbagai pabrik penggergajian di Nusa Tenggara Barat untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif dalam program co-firing di PLTU Jeranjang dan PLTU Sumbawa Barat. Program ini bertujuan mengurangi ketergantungan terhadap batu bara dan mendukung pengurangan emisi karbon.
Sejak Februari 2023, Syamsul mulai menyuplai biomassa dalam skala kecil, yang kemudian berkembang signifikan setelah mendapatkan kontrak resmi dengan PLN Energi Primer Indonesia. Kini, pasokan mencapai hingga 5.000 ton per bulan.
Program ini tak hanya mengatasi persoalan limbah, tetapi juga membuka lapangan kerja. Suhaidi, paman Syamsul dan mantan pekerja migran, kini bekerja sebagai operator pencacah kayu dan pengemudi truk. Dengan sistem upah borongan, ia bisa menghasilkan Rp300.000 dalam sehari—penghasilan yang jauh melampaui upah minimum daerah.
Tak hanya pria, para ibu rumah tangga pun terlibat aktif. Lasmini (33), misalnya, mampu meraih penghasilan harian hingga Rp200.000 hanya dari mengemas serbuk gergaji. Uangnya digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, bahkan ditabung untuk membeli emas.
Sejak biomassa diperkenalkan, desa ini mengalami transformasi sosial. Jumlah warga yang merantau menurun drastis. Kini mereka bisa bertahan dan tumbuh di tanah sendiri.
Pemerintah daerah melalui UPTD TPA Regional Kebon Kongok di Lombok Barat juga memanfaatkan limbah taman menjadi biomassa. Setiap hari, sebanyak 20 ton ranting dan daun dikonversi menjadi 3 ton bahan bakar, yang kemudian disalurkan ke PLTU Jeranjang.
PLN menerapkan skema pencampuran 10 persen biomassa dengan batu bara. Dari uji coba pertama pada 2019 dengan konsumsi hanya 5 ton per bulan, kini PLTU Jeranjang memanfaatkan rata-rata 150 ton biomassa setiap hari.
Program ini bukan hanya efisien dari sisi energi, tetapi juga ekonomis. Berdasarkan data 2024, PLN mencatat peningkatan pendapatan signifikan seiring peningkatan porsi co-firing. Bahkan, pada 2025, target pemanfaatan biomassa mencapai 35.200 ton, dengan realisasi hingga Mei sudah menyentuh 14.621 ton.
Lebih dari sekadar teknologi, co-firing biomassa telah menjadi pilar ekonomi lokal yang menyerap ratusan tenaga kerja, mengurangi pengangguran, dan menjadikan limbah sebagai sumber daya bernilai.
Dengan terus tumbuhnya program ini, masyarakat Lombok bukan hanya menghadirkan solusi energi ramah lingkungan, tetapi juga membuka jalan bagi kemandirian ekonomi yang lestari.[]
Putri Aulia Maharani