AMBON – Upaya seorang perempuan muda di Ambon untuk mencari keadilan atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya berujung pada aksi diam di depan Gedung DPRD Provinsi Maluku, Senin (23/06/2025). Wanita berinisial WK (25), yang mengaku menjadi korban KDRT oleh suaminya, seorang prajurit TNI AU berinisial Pratu TLS (28), menyuarakan keluh kesahnya karena laporan yang diajukan tak kunjung membuahkan hasil.
Kasus dugaan kekerasan yang telah dilaporkan WK sejak Februari 2025 dinilai jalan di tempat. Tiga kali ia menyampaikan laporan ke pihak Lanud Pattimura Ambon, namun perkembangan hukum yang diharapkan belum juga tampak. WK menyebut sudah kehabisan cara, hingga akhirnya memilih menyuarakan aspirasinya langsung ke parlemen daerah.
“Beta (saya) sudah tidak tahu lagi harus mengadu ke siapa. Sudah melapor ke otoritas Lanud Pattimura Ambon, ke Komnas HAM Jakarta, rasanya dibuat berbelit-belit. Beta pikir mengadu ke DPRD saja,” kata WK sambil menahan tangis.
Bersama sejumlah aktivis dari Gerakan Santripreneur Nusantara (GENINUSA) Maluku, WK menggelar aksi damai untuk mendorong penanganan serius terhadap kasus yang dialaminya. Ia menuturkan bahwa laporan awal tentang dugaan KDRT sempat diabaikan dengan alasan status pernikahan yang belum diakui. Namun ketika proses hukum mulai dilanjutkan ke tahap Oditurat Militer, pihak Lanud baru mengakui status pernikahan mereka.
“Awalnya saya melapor itu ada KDRT, pihak Lanud tidak mau akui pernikahannya. Saya pun membuat laporan penganiayaan dan pelecehan. Seiring waktu saat kasus sudah mau naik ke Oditur Militer (Otmil), kemudian diakui pernikahan kami. Saya ubah lagi laporan, jadinya laporan penelantaran rumah tangga. Tidak tahu lagi seperti apa,” tuturnya dalam suara bergetar.
Aksi WK mendapat tanggapan dari Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Saodah Tethool. Ia menyatakan prihatin atas kasus ini dan berjanji akan segera meneruskan pengaduan tersebut ke Komisi I DPRD yang menangani bidang hukum dan keamanan.
“Ini ternyata kasus KDRT dan belum direspons. Saya juga sebagai perempuan tahu bagaimana rasanya yang dialami WK. Saat ini Komisi terkait sedang ada kepentingan di luar kota. Senin depan akan saya berikan,” ujar Saodah.
Perjuangan WK adalah potret nyata dari tantangan perempuan dalam memperoleh keadilan, terlebih ketika pelaku berada dalam institusi yang bersifat tertutup seperti militer. Penanganan lamban dan birokrasi yang berbelit-belit justru menambah derita korban yang mestinya dilindungi oleh hukum. []
Diyan Febriana Citra.