Protes ODOL, Sopir Truk Konvoi ke DPRD Gunungkidul

Protes ODOL, Sopir Truk Konvoi ke DPRD Gunungkidul

YOGYAKARTA — Ratusan sopir truk dari berbagai penjuru Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya turun ke jalan di Gunungkidul pada Rabu pagi (25/06/2025) untuk menyampaikan aspirasi mereka terkait kebijakan Over Dimension Over Loading (ODOL). Aksi ini bukan sekadar bentuk protes, melainkan juga menjadi sorotan atas kesenjangan antara kebijakan dan realitas di lapangan yang dihadapi pelaku transportasi barang.

Sejak pukul 09.00 WIB, truk-truk berbagai jenis telah memadati kawasan Tugu Tobong Siyono, Kecamatan Playen. Mereka memarkirkan kendaraan di badan jalan utama yang menghubungkan Yogyakarta–Playen–Wonosari. Akibatnya, arus lalu lintas menuju Kota Wonosari harus dialihkan ke jalur ring road utara Gunungkidul.

“Sementara arus lalu lintas menuju kota Wonosari dialihkan karena adanya penyampaian aspirasi sopir truk,” kata Kanit Turjawali Satlantas Polres Gunungkidul, Iptu Hery, saat ditemui di lokasi.

Para sopir membawa berbagai poster penolakan serta sound system untuk menguatkan pesan yang ingin mereka sampaikan. Mereka menyatakan bahwa aturan ODOL yang melarang kendaraan membawa muatan dan dimensi berlebih menyulitkan mereka dalam memenuhi kebutuhan ekonomi, terutama bagi pengemudi mandiri dan usaha kecil.

“Kami mau ke DPRD Gunungkidul menyampaikan aspirasi,” ujar Bagong, salah seorang sopir yang terlibat dalam aksi tersebut.

Dengan menggelar konvoi truk yang berjalan perlahan menuju kantor DPRD Gunungkidul, para sopir berharap pemerintah mendengarkan langsung keluhan dan kesulitan yang mereka alami. Bagi mereka, aturan ODOL dianggap tidak mempertimbangkan kenyataan lapangan, terutama infrastruktur jalan di daerah yang belum sepenuhnya mendukung distribusi barang dengan efisiensi biaya.

Di sisi lain, pemerintah pusat selama ini menegaskan bahwa kebijakan ODOL bertujuan untuk menjaga keselamatan lalu lintas dan mencegah kerusakan infrastruktur jalan. Namun, para pengemudi merasa mereka yang menanggung beban paling berat dari implementasi kebijakan tersebut.

Aksi damai ini mencerminkan kebutuhan mendesak akan dialog antara pengambil kebijakan dan para pelaku sektor transportasi. Tanpa adanya ruang kompromi atau kebijakan transisi yang adil, dikhawatirkan ketegangan serupa akan kembali terulang di berbagai wilayah. []

Diyan Febriana Citra.

Berita Daerah Hotnews