SURABAYA — Pemerintah Kota Surabaya mendapat dukungan dari DPRD Kota Surabaya atas kebijakan pembatasan aktivitas anak-anak di luar rumah pada malam hari. Namun, dukungan tersebut disertai dengan catatan penting mengenai pendekatan yang harus diterapkan selama proses penertiban.
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, menekankan bahwa penegakan aturan jam malam terhadap anak-anak harus dilakukan secara edukatif dan tidak represif. Ia menyampaikan bahwa meski keamanan dan ketertiban menjadi prioritas, pelaksanaan penertiban tidak boleh sampai menimbulkan trauma pada anak-anak.
“Kami mendukung langkah Pemkot untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Tapi saya tekankan, jangan sampai sweeping ini berujung tindakan represif atau intimidatif kepada anak-anak,” ujar Yona, yang akrab disapa Cak YeBe, Jumat (27/06/2025).
Ia menilai, pendekatan yang lebih bersifat pembinaan dan pendidikan jauh lebih efektif untuk membangun kesadaran anak dan masyarakat mengenai pentingnya jam malam. “Intinya sweeping ini harus humanis dan mendidik, bukan malah membuat anak-anak trauma,” katanya.
Cak YeBe juga meminta agar para petugas lapangan seperti Satpol PP, Linmas, serta aparat terkait, mendapatkan pelatihan khusus agar tidak keliru dalam menangani anak-anak. Ia menegaskan bahwa anak-anak yang melanggar jam malam bukanlah pelaku kejahatan, sehingga pendekatannya harus berbeda dari operasi penertiban kriminal.
Ia juga menyarankan agar Satgas atau tim pengawas yang ditugaskan melakukan sosialisasi secara menyeluruh di lingkungan sekolah dan permukiman.
“Anak-anak perlu tahu kenapa jam malam ini diberlakukan. Operasi penertiban harus dibarengi dengan edukasi positif. Tujuannya adalah perlindungan, bukan pembatasan semata,” tegasnya.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan bahwa kebijakan jam malam diberlakukan untuk anak di bawah usia 18 tahun, berlaku sejak pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB. Eri menyebutkan bahwa pemerintah tidak berniat menghukum, melainkan berharap orangtua dapat lebih aktif dalam membimbing anak-anaknya.
“Silakan orangtua yang mendidik dan menegur anak-anaknya. Kami tidak ingin anak-anak berada di luar tanpa pengawasan dan kemudian terlibat dalam tindakan-tindakan negatif,” ujar Eri.
Menurut Eri, bila anak-anak tetap ditemukan berada di luar rumah tanpa alasan jelas dan tanpa pendampingan orang dewasa, maka petugas akan memberikan pembinaan awal. Dalam kasus tertentu, Pemkot bahkan membuka opsi penempatan anak di asrama sebagai bagian dari pendekatan rehabilitatif.
Dengan pendekatan yang lebih humanis dan edukatif, diharapkan upaya ini tidak hanya menjaga ketertiban malam di Surabaya, tetapi juga membentuk karakter generasi muda yang disiplin dan bertanggung jawab. []
Diyan Febriana Citra.