Sidang Perdana Korupsi Kredit Sritex Digelar di Tipikor Semarang

Sidang Perdana Korupsi Kredit Sritex Digelar di Tipikor Semarang

Bagikan:

SEMARANG – Proses hukum dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi memasuki babak awal setelah tiga mantan pejabat Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Selasa (23/11/2025). Persidangan ini menjadi titik awal pengujian dakwaan jaksa atas dugaan penyimpangan kredit yang disebut merugikan keuangan negara ratusan miliar rupiah.

Tiga terdakwa dalam perkara tersebut adalah mantan Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, Senior Executive Vice President Bisnis BJB Beny Riswandi, serta Kepala Divisi Korporasi dan Komersial Bank BJB Dicky Syahbandinata. Ketiganya didakwa memiliki peran dalam pemberian dan penambahan fasilitas kredit kepada Sritex yang dinilai tidak memenuhi persyaratan kelayakan.

Dalam sidang pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum Fajar Santoso menguraikan dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan para terdakwa. Jaksa menyebut Yuddy Renaldi sebagai pihak yang berperan sentral dalam proses persetujuan kredit tersebut, dengan dibantu oleh dua terdakwa lainnya.

“Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian keuangan negara atau daerah sebesar Rp671,79 miliar,” ujar jaksa.

Jaksa menjelaskan bahwa perkara ini bermula dari perintah Yuddy kepada Dicky untuk memproses permohonan kredit yang diajukan oleh PT Sritex. Perintah tersebut diberikan setelah Yuddy disebut bertemu langsung dengan jajaran direksi perusahaan tekstil itu. Dalam prosesnya, jaksa menilai telah terjadi kesepakatan bersama untuk meloloskan penambahan kredit senilai Rp350 miliar, meski secara administratif dan finansial Sritex dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai penerima fasilitas kredit tambahan.

Selain itu, Yuddy yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komite Kredit Bank BJB didakwa menyetujui penambahan kredit dengan menggunakan laporan keuangan yang telah direkayasa oleh pimpinan Sritex. Jaksa juga menyoroti persetujuan kredit suplesi kepada entitas afiliasi Sritex dengan nilai ratusan miliar rupiah melalui metode perhitungan defisit kas, meski hasil analisis awal menyatakan debitur tidak layak.

“Sritex tidak layak mendapatkan penambahan kredit,” jelas dia.

Jaksa turut mengungkap adanya kebijakan penurunan suku bunga kredit yang dinilai janggal. Yuddy disebut mengarahkan agar bunga kredit Sritex diturunkan dari sekitar 9,58 persen menjadi 6 persen, bahkan diberlakukan secara surut sejak Maret 2021.

“Penurunan suku bunga dilakukan walaupun persyaratan tidak terpenuhi,” ungkap jaksa.

Atas perbuatannya, ketiga terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 KUHP.

Menanggapi dakwaan tersebut, Yuddy Renaldi dan Beny Riswandi memilih tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi.

“Kami sepakat tidak mengajukan eksepsi,” ujar kuasa hukum masing-masing terdakwa.

Sikap berbeda ditunjukkan oleh Dicky Syahbandinata. Melalui kuasa hukumnya, OC Kaligis, Dicky secara langsung membacakan nota keberatan di hadapan majelis hakim. Kaligis menegaskan kliennya tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan kredit.

“Klien kami menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi sejak akhir 2017 dan tidak memiliki kewenangan memutuskan pemberian kredit,” imbuh Kaligis.

Ia menambahkan bahwa seluruh proses pengajuan kredit Sritex telah melalui analisis dan verifikasi berlapis yang dituangkan dalam Memorandum Analisa Kredit (MAK), dibahas dalam rapat teknis, dan diputuskan di tingkat Komite Kredit dengan pengawasan berbagai divisi.

“Seluruh proses kredit dikawal oleh berbagai divisi yang saling mengawasi, termasuk Divisi Kepatuhan dan Divisi Hukum, yang dalam setiap komite kredit menyatakan proses tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” jelas dia.

Kaligis juga menyampaikan keberatan atas penetapan status hukum kliennya yang dilakukan setelah Dicky tidak lagi bekerja di Bank BJB sejak 2023.

“Klien kami ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas dugaan tindak pidana yang tidak pernah ia lakukan. Ini kriminalisasi, ini tebang pilih. Klien saya tidak pernah menerima apa pun, sementara ada pihak pihaknya yang harusnya bertanggung jawab tetapi justru malah bebas,” kata Kaligis.

Persidangan akan dilanjutkan dengan agenda tanggapan jaksa atas eksepsi terdakwa Dicky, sekaligus pembuktian materi perkara pada sidang-sidang berikutnya. []

Diyan Febriana Citra.

Bagikan:
Berita Daerah Kasus