Keluarga Korban Pembunuhan di PPU Lakukan Long March, Ajukan Revisi Perlindungan Anak

Keluarga Korban Pembunuhan di PPU Lakukan Long March, Ajukan Revisi Perlindungan Anak

PENAJAM PASER UTARA – Keluarga korban pembunuhan satu keluarga di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim), tidak puas terhadap vonis 20 tahun penjara kepada terdakwa, Junaedi. Vonis tersebut sebenarnya lebih tinggi dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya 10 tahun. Tapi, keluarga menginginkan agar terdakwa dihukum mati.

Sidang vonis tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri (PN), Penajam Paser Utara (PPU) , Rabu (13/03/2024). Sebagai bentuk protes usai sidang, keluarga melaksanakan long march dari PN PPU ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) DPRD.

Hal ini bertujuan untuk mengajukan keberatan atas putusan vonis tersebut. Banyak spanduk yang dibentangkan di aksi long march yakni Hukum Mati-Hukum Adat dan Kami Masyarakat Babulu Menuntut Junaedi Hukum Mati. Selain itu, kuasa hukum keluarga korban juga berencana mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kaltim.

Polisi kawal persidangan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) PPU, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Supriyanto, menerangkan bahwa pihaknya mengerahkan dari Polres maupun  Kepolisian Sekto (Polsek) jajaran untuk pengamanan. “Kita libatkan pengamanan dari Polres, baik terbuka ataupun tertutup sekitar 150 orang, baik polres maupun polsek jajaran,” terangnya.

Disinggung masalah akses terbatas selama persidangan, AKBP Supriyanto menjelaskan bahwa demikian merupakan Standard Operating Procedure (SOP) lantaran masyarakat juga sembari berunjuk rasa. Sehingga hanya bisa dilakukan di luar pagar. “Yang boleh masuk hanya perwakilan saja, sekitar 2 persen. Jadi yang bisa masuk tadi di ruang sidang hanya 8 orang untuk mewakili masyarakat lain, supaya sama-sama aman dan kondusif,” jelasnya.

AKBP Supriyanto memastikan, pengamanan akan berlangsung sampai dengan selesai. Diketahui warga melakukan aksi long march ke Kantor Sekretariat DPRD PPU atas keberatan mereka, dan pengamanan masih berlangsung. “Pengamanan ini sampai mereka selesai. Kalau warga puas dengan keputusan dengan pembahasan di DPRD, mereka bisa pulang,” tandasnya.

Perwakilan warga sejumlah 8 orang masuk ke Kantor Sekretariat DPRD PPU untuk melakukan pembahasan mengenai usulan revisi Undang-undang Perlindungan Anak. Sementara personel kepolisian terlihat masih berjaga di depan pintu masuk gedung.

Junaedi sebelumnya dituntut 10 tahun penjara. Tuntutan tersebut membuat keluarga korban marah. Keluarga korban menilai tuntutan tersebut terlalu rendah sementara kehilangan lima anggota keluarga. Keluarga korban menginginkan Junaedi dihukum mati.

Junaedi yang tergolong masih anak di bawah umur, membuat JPU tak bisa menuntutnya dengan hukuman maksimal atau hukuman mati. Hal itu disampaikan JPU dalam sidang pembacaan tuntutan, Rabu (06/03/2024), di PN PPU. Pasal yang dituntutkan kepada terdakwa Junaedi, juga hanya pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana, serta pasal 363 tentang pencurian.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) PPU Faisal Arifuddin mengatakan, tuntutan yang diberikan itu berdasarkan Undang-undang (UU) Sistem Peradilan Pidana Anak. “Kami berdasarkan Undang-undang SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak, Red) pasal 1 angka 3 menyebutkan definisi anak yakni orang yang berumur dibawah 18 tahun, kemudian di pasal 81 ayat 6 apabila perbuatan yang dilakukan diancam hukuman mati atau pidana seumur hidup ancaman terhadap anak paling lama 10 tahun,” ungkap Kajari.

Ada yang sebelumnya didakwakan kepada terdakwa Junaedi, tapi tidak dituntutkan oleh Penuntut Umum pada sidang ini yakni soal pemerkosaan yang dilakukan Junaedi terhadap dua korbannya, R dan Sri Winarsih. Kata Kajari, hal itu tidak dapat menjadi tuntutan lantaran Junaedi melakukan aksinya usai kedua korban tewas.

Berdasarkan UU hukum pidana, tidak ada pasal yang bisa mempidanakan pemerkosa mayat. “Berdasarkan fakta persidangan ini terungkap bahwa posisi korban sudah meninggal saat disetubuhi,” sambungnya. Dalam persidangan juga terungkap fakta bahwa motif Junaedi melakukan aksinya, lantaran dendam karena keluarga Junaedi sering diejek keluarga korban.

Penyebab lainnya yakni hewan peliharaannya juga sering diracun oleh korban. Pemerkosaan juga tidak masuk dalam rencana Junaedi, ia pada saat itu hanya merencanakan membunuh korban sekaligus tetangganya itu. “Niatnya adalah mau melakukan pembunuhan bukan pemerkosaan,” jelasnya. []

Redaksi02

Berita Daerah Berita Lainnya Headlines Kasus