SEMARANG – Suasana khidmat menyelimuti halaman Lawang Sewu, bangunan bersejarah di jantung Kota Semarang, saat ribuan umat Kristiani berkumpul dalam perayaan Hari Kenaikan Yesus Kristus, Kamis (29/05/2025). Ibadah lintas gereja ini tercatat sebagai yang pertama kali digelar di lokasi ikonik tersebut.
Gedung tua peninggalan era kolonial Belanda yang terletak di Jalan Pemuda itu seakan bertransformasi menjadi tempat perenungan spiritual. Nyanyian pujian, tarian tamborin, serta khotbah dari Pendeta Yohanes S. Praptowarso, Ph.D., mewarnai ibadah yang berlangsung dari pagi hingga menjelang siang.
Manager Historical Building and Museum PT KAI Pariwisata, Otnial Eko Pamiarso, mengungkapkan bahwa pemilihan Lawang Sewu sebagai tempat ibadah ini merupakan bentuk dukungan terhadap nilai-nilai keberagaman dan persatuan.
“Ini jadi semangat kami bahwa Lawang Sewu menjadi wadah baik masyarakat, dan kita mendukung persatuan dan kesatuan secara nasional Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Otnial.
Sekitar 2.000 umat hadir dalam kegiatan ini. Mereka berasal dari berbagai gereja, mayoritas dari Kota Semarang, namun tidak sedikit pula yang datang dari luar daerah seperti Tegal, Purwokerto, bahkan Surabaya.
“Sebagian besar 80 persen Semarang, tapi 20 persen lainnya dari Jawa Tengah. Tadi kalau saya tanya ada yang dari Tegal, Purwokerto, Surabaya,” tambah Otnial.
Lebih jauh, ia menyebut Lawang Sewu juga akan kembali difungsikan sebagai tempat ibadah untuk salat Idul Adha pada 6 Juni 2025. Kegiatan ini diperkirakan akan dihadiri sekitar 5.000 jemaah.
Salah satu peserta ibadah, Klara, umat Kristiani asal Merauke yang kini tinggal di Ungaran, mengaku bersyukur atas pengalaman tersebut.
“Mungkin ini sebuah berkat dan keberuntungan. Karena kita juga dari Ungaran, dan baru pertama kali datang ke Lawang Sewu untuk beribadah di sini,” ujarnya.
Klara, yang juga mahasiswi Universitas Ngudi Waluyo, datang bersama rombongan Gereja PGI Ungaran. Ia berharap pengalaman ini membawa makna spiritual yang dalam.
“Semoga kehidupannya bisa lebih baik. Mungkin bisa berubah dari sifat yang lama, menjadi lebih baik lagi. Untuk refleksi diri,” pungkasnya.
Perayaan ini menjadi penegasan bahwa Lawang Sewu bukan hanya situs sejarah, melainkan ruang publik yang hidup dan terbuka untuk berbagai bentuk ekspresi keberagaman, sejalan dengan semangat toleransi dan inklusivitas di Indonesia. []
Diyan Febriana Citra.