BANGKA BELITUNG – Kasus dugaan korupsi dalam tata niaga tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung, menjerat lima tersangka baru. Jaksa langsung menahan kelimanya selama 20 hari. “Lima orang tersangka yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 sampai 2022,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/02/2024).
Tersangka yang ditahan salah satunya adalah mantan Direktur Utama PT Timah Tbk berinisial MRPT alias Riza. Riza menjabat sebagai pucuk pimpinan perusahaan pelat merah tersebut periode 2015-2022. “Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara dan kerusakan lingkungan,” ujar Ketut.
Empat tersangka lainnya yakni SG alias AW dan MBG selaku pengusaha tambang, HT alias ASN selaku direktur CV VIP dan EE alias EML selaku direktur keuangan PT Timah Tbk periode 2017-2018. Ketut mengungkapkan, tersangka HT alias ASN merupakan pengembangan penyidikan dari tersangka sebelumnya yang sudah dilakukan penahanan yakni tersangka TN alias AN dan tersangka AA.
Sementara tersangka SG alias AW dan tersangka MBG memiliki perusahaan yang melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk pada 2018 tentang sewa menyewa peralatan processing peleburan timah. Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Riza dan tersangka EE alias EML selaku direktur keuangannya.
“Pada saat itu, SG alias AW memerintahkan MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menyuruh untuk menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk,” beber Ketut.
Bijih timah yang diproduksi oleh MBG tersebut perolehannya berasal dari IUP PT Timah atas persetujuan dari PT Timah. Kemudian, baik bijih maupun logam timahnya dijual ke PT Timah. Untuk mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal, tersangka MBG atas persetujuan tersangka SG alias AW membentuk perusahaan diduga boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).
Total biaya yang dikeluarkan PT Timah terkait biaya pelogaman di PT SIP selama tahun 2019-2022 yaitu senilai Rp 975,5 miliar. Sedangkan, total pembayaran bijih timah yakni senilai Rp 1,7 triliun. Untuk melegalkan kegiatan perusahaan-perusahaan boneka tersebut, PT Timah menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.
Keuntungan atas transaksi pembelian bijih timah tersebut diduga dinikmati MBG dan SG alias AW. Selain membentuk perusahaan diduga boneka, MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW juga mengakomodir penambang-penambang timah ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Nantinya, mineral biji timah yang diperoleh dikirimkan ke smelter milik tersangka SG alias AW. “Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dalam proses penghitungannya melebihi kerugian negara dari perkara korupsi lain seperti PT Asabri dan Duta Palma,” ujar Ketut.
Selain itu, terdapat kerugian kerusakan lingkungan akibat adanya aktivitas penambangan ilegal timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pasal yang disangkakan kepada kelima tersangka adalah Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo.
UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab UU Hukum Pidana (KUHP). Untuk kepentingan penyidikan, MRPT, HT alias ASN dan MBG dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Jakarta Pusat. SG dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Kejaksaan Agung dan EE alias EML di Rumah Tahanan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. []
Redaksi02